Menjadi seorang female solo traveler adalah salah satu traveling cara aku dalam menikmati hidup. Tidak hanya sebagai penjelajah kota, pencari ketenangan, pecinta budaya, tapi juga sebagai petualang sejati. Menjelajah hutan, menyelam di lautan, menikmati paragliding, sampai dengan mendaki gunung. Awalnya mungkin begitu menakutkan, namun tak ayal sekali dua kali mencoba, justru ketagihan. Ternyata liburan dengan mengikuti suara hati dan melakukan liburan cara aku sendiri sangat menyenangkan.
Pengalaman Solo Traveling Mendaki Gunung Salju
Desember 2016, hari itu saya bertolak ke Kathmandu dan berencana akan mendaki dua gunung salju di Himalaya. Poon Hill dan Annapurna Base Camp (ABC). Waktu itu kami terbang dari Jakarta - Kuala Lumpur - Kathmandu. Semua tiket kami beli di Traveloka, karena memang harganya paling murah. Perjalanan ke puncak Poon Hill semuanya aman. Setelah itu sesuai rencana saya dan satu teman akan melanjutkan perjalanan menuju ABC.
Tiba-tiba malam sebelum keberangkatan, teman saya membatalkan untuk ikut ke ABC, karena alasan kesehatan. Karena alasan safety ada sedikit keraguan untuk melanjutkan perjalanan ke ABC, soalnya baru pertama naik gunung salju.
Malam terakhir di Poon Hill, karena kedinginan kami tidur di ruang tamu penginapan karena ada penghangat ruangannya. Tiba-tiba ada seorang Sherpa datang untuk mengobrol dengan pemilik penginapan. Sherpa pun mengajak kami mengobrol juga sambil menikmati seduhan jahe hangat.
Singkat cerita saya bercerita soal rencana perjalanan besok. Setelah mengobrol banyak dan bercerita kalau saya sebelumnya sudah sering mendaki, Sherpanya bilang saya aman untuk berangkat. Lalu saya dibuatkan itinerary detail sekali.
|
Tiket perjalanan Jakarta - Kuala Lumpu - Kathmandu dari Traveloka |
Disinilah keseruan perjalanan dimulai. Perjalanan akan memakan waktu 7-8 hari. Per hari dijadwalkan maksimal 8 jam untuk melakukan trekking. Tidak lebih dari itu, mengingat cuaca sedang dingin, saya juga baru pertama kali mendaki di gunung salju, dan juga datang dari daerah tropis, pastinya badannya butuh waktu untuk adaptasi.
Serunya berlari-lari di hutan Himalaya sendirian
Esok hari, berkat doa dan semangat dari teman-teman dan Sherpa, saya memulai perjalanan. Saya berangkat pukul 11 siang, awalnya menunggu pendaki lainnya barangkali ada yang lewat dan berencana gabung dengan mereka. Ternyata tidak ada.
Alhasil hari pertama trekking di hutan Himalaya, hanya sendirian. Hanya bertemu dengan beberapa Yak, binatang khas Nepal. Beruntungnya jalan setapak yang saya lalui sangat jelas. Pohon-pohon di sekitar hutan awalnya tidak rapat. Terlihat sekeliling, gunung-gunung salju bertengger kokoh dan indah. Sesekali saya berhenti mengambil photo dan memandangi keindahan alam ini.
Setelah dua jam perjalanan dan tidak bertemu dengan manusia, akhirnya saya tiba di sebuah lodge (sebutan untuk penginapan di Nepal) milik masyarakat lokal. Saya pun mampir untuk makan siang. Pemilik lodge yang fasih berbahasa Inggris, bercerita kalau saat itu musim dingin, jarang ada pendaki. Ditambah lagi ini adalah jalur lintas. Jadi akan jarang sekali pendaki melintas di sini.
Saya tanya berapa lama lagi untuk sampai di penginapan berikutnya. Katanya sekitar 3 jam dan saat itu sudah pukul 2 siang waktu setempat. Saya langsung bergegas, agar tidak kesorean. karena 4 jam kaki penduduk lokal bisa jadi dua kali lipat kaki saya.
Lagi-lagi saya harus berlari-lari di hutan sendirian dengan jalanan terjal bebatuan. Udara mulai dingin. Hutan mulai rapat. Namun entah mengapa, rasa takut saat itu sudah tidak terpikirkan. Hanya berpikir bagaimana caranya dalam dua jam sampai ke penginapan terdekat.
Perjalanan mulai menanjak, beberapa jalur agak sedikit gelap karena pohon-pohon mulai rapat. Pohon dan rumput mulai terlihat tinggi-tinggi. Hanya ada suara angin yang semilir beradu dengan nafas saya yang tersengal-sengal karena kelelahan. Semakin hening semakin kupercepat langkah kaki. Ada sedikit ragu keliru jalur. Namun pemilik lodge tadi sudah menginformasikan hanya ada satu jalur. Membuat saya sedikit lebih tenang.
Setelah 2 jam perjalanan, thank to Allah, akhirnya mulai mendengar suara orang berteriak menggunakan bahasa Inggris. Artinya sudah mulai dekat ke perkampungan. Ternyata betul tidak lama dari itu mulai melihat banyak bangunan penginapan berjejer.
|
Salah satu penginapan di jalur trekking menuju Annapurna Base Campe |
Hari kedua, sekitar pukul 8 pagi saya sudah bersiap. Menunggu pendaki lain berjalan dan rencanya saya akan bergabung dengan mereka. Ternyata hanya dua orang yang berjalan. Saya memutuskan untuk menguntit di belakang para pendaki itu. Ternyata kaki saya tak sanggup mengejar mereka yang berjalan tanpa membawa beban dan menggunakan porter. Saya tertinggal jauh dari mereka.
Selama hampir 4 jam saya berjalan sendirian di tengah hutan Himalaya, akhirnya menemukan lodge dan saya berhenti untuk membeli makan siang. Saya lanjutkan perjalanan menuju Chomrong, yaitu pintu masuk semua pendaki sebelum ke ABC.
Setelah dua jam perjalanan, suara anak kecil berteriak-teriak mulai terdengar. Lega dan setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya saya melihat sebuah perkampungan luas yang berundak-undak dengan desain rumah warna-warni. Terlihat masyarakat lokal sedang bermain volley di lapangan luas. Langsung saya bergegas mencari penginapan dan mengurus perizinan masuk.
Akhirnya saya bertemu dengan para pendaki dari berbagai negara. Disitulah interaksi sosial dimulai. Saat makan malam, kami mengobrol dan berbagi cerita, dan akhirnya menemukan beberapa teman perjalanan.
Hampir menyerah karena salju turun deras menjelang puncak
Keseruan perjalanan belum berakhir. Dua hari menuju puncak, sekitar pukul 1 siang, salju sudah mulai turun. Setelah perjalanan sekitar dua jam salju semakin deras. Terlihat beberapa pendaki berjalan di tengah derasnya salju, dan yang terlihat hanya jaket-jaket mereka yang berwarna-warni, eye catching.
Saya mencoba mempercepat langkah dan menjaga jarak agar tidak terlalu jauh dari mereka. Karena di belakangku sudah tak ada siapa-siapa. Sedikit mulai gentar. Tubuhku sudah penuh dengan salju. Bahkan salju sudah melewati mata kakiku. Sedikit ragu bisa melewati perjalanan yang tinggal sedikit lagi menuju puncak ini.
Beberapa orang di depan terlihat memperhatikan. Mereka tahu bahwa saya datang dari negeri tropis. Beberapa dari mereka menunggu dan memastikan bahwa saya tidak terlalu jauh dari mereka.
Namun semakin lama semakin jauh jarak dengan mereka. Jarak pandang pun hanya sekitar 10 sampai 20 meter saja. Semua orang sepertinya sudah kedinginan dan bersaing untuk segera menuju lodge. Putus asa mulai menggelayuti benakku.
Jika terus berjalan sepertinya tidak sanggup, Saya memutuskan untuk berteduh di bawah batu-batu besar yang ada rongganya sembari menunggu orang lewat. Namun tubuh saya semakin menggigil dan sadar betul perlengkapan di dalam kerir bukan untuk tidur di atas salju. Akhirnya saya putuskan untuk berjalan lagi.
Tubuh semakin menggigil, panik mulai menggelayuti perasaan. Tangan pun semakin pucat dan mulai membeku. Sarung tangan khusus di musim salju sudah tak mampu lagi menghangatkan jari-jari. Langkah pun mulai gontai. Semakin menyerah ketika melihat sudah tak seorang pun pendaki di depan saya. Jujur saat itu saya sudah pasrah apapun yang terjadi.
Dengan sisa kekuatan saya tetap berjalan. Saya terus berdoa agar diberi kekuatan. Dan tetiba di tengah ketakutan antara sadar dan tidak sadar saya merasa terjatuh. Saya mendengar suara teriakan cukup kencang "kamu bisa Mei, kamu bisa Mei". Suara itu terus berulang-ulang. Saya berusaha mencari sumber suara itu tapi tidak ada siapa-siapa. Saya sadar tidak ada pendaki dari Indonesia selain saya.
Jujur saya waktu itu takut tapi justru jadi sumber kekuatan. Saya berdoa tanpa henti. Entah kekuatan dari mana, rasanya punggung saya langsung terasa ringan, kakiku seperti terangkat. Cuaca menjadi terang sehingga salju mulai berkurang. Setelah berjalan sekitar 20 menitan, kulihat seseorang turun dari arah atas. Ternyata seorang pendaki dari Jepang, yang temannya saya bantu kemarin sore.
Are you ok, Mei San?
Ucapnya, dengan muka datar namun tulus. Terlihat dari raut wajahnya yang sudah hampir mencapai 75 tahun. Yap, beliau adalah seorang peneliti Jepang yang sedang melakukan liburan dengan kelima temannya yang sudah lanjut usia juga.
I am freezing
Jawab saya lugas saat itu.
Keep going. The lodge is 15 minutes from here, and ginger tea and noodles await you.
Ucapnya sambil tersenyum menghibur, dengan bahasa Inggrisnya yang khas orang Jepang. Candaannya meredakan lelahku dan membuat saya tersenyum sumringah.
Dia berjalan tepat di depan saya. Sesekali sang tua ini melihat ke belakang memastikan bahwa saya baik-baik saja. Sampai akhirnya kami sampai di lodge sekitar pukul 5 sore setempat. Saya lihat suhu di papan suhu lodge mencapai -12 derajat. Bisa bayangin kan dinginnya kayak mana.
Dari sekian kisah perjalanan yang penuh dengan cerita-cerita unik, ini lah pengalaman traveling saya yang takan pernah terlupakan. Bagaimana tidak, saya harus berlari-lari di hutan selama dua hari di negara orang pertama kali pula mengunjungi negara ini. Saya juga hampir tak bisa pulang karena kedinginan. Lebih dari itu ini lah traveling cara aku yang membuat titik balik perjalanan spritual saya dengan Tuhan.
Kapok ga? Enggak doooonggg. Malah mau nyoba yang lain lagi....... Apalagi sekarang Traveloka mendukung para perempuan untuk menikmati traveling sesuai dengan kata hati dan ajak para perempuan jalani hidup sesuai dengan cara yang kita mau. Termasuk nikmati serunya berpetualang. Ok Traveloka, do your magic, and make one of my dreams this year come true: Gunung Fansipan.
Kenapa Harus Gunung Fansipan?
Salah satu bucket list saya tahun 2023 adalah mengunjungi Gunung Fansipan yang merupakan gunung tertinggi di Indochina (Kamboja, Vietnam, Laos). Gunung dengan ketinggian 3.143 mdpl ini berada di kota Sa Pa, Lao Cai. Atau di sekitar kawasan pegunungan Hoang Lien Son. Why am I interested in this place? Selain memang hobi saya mendaki, banyak sekali alasan kenapa ingin mengunjungi gunung dengan nama China Phan Xi Phang ini.
|
Source: Canva |
Dan ini dia beberapa lasan kenapa ingin mengunjungi Gunung Fansipan.
Pertama, memiliki lanskap menakjubkan dan paling tinggi di Indochina. Terdiri dari empat musim, memberikan suasana yang berbeda setiap musimnya. Ditambah lokasinya yang masuk ke wilayah Vietnam Utara, membuat gunung ini masuk dalam daerah tropis, sehingga memiliki banyak vegetasi yang berbeda. Kebayangkan indahnya gunung hijau dengan udara segar, namun mataharinya tetap terlihat. Sore hari bisa menikmati golden sunset di tempat ini.
Uniknya lagi untuk mendaki gunung yang dikenal sebagai The Roof Top of China ini, bisa dengan berjalan kaki dan bisa menggunakan cable car. Untuk bisa merasakan sensasinya keduanya, pendaki naiknya bisa berjalan kaki, sementara turunnya menggunakan cable car. Seru kan?
Kedua, kekayaan budaya Cat Cat Village. Di kaki gunung Fansipan terdapat banyak desa dengan beragam budaya. Salah satunya adalah Cat Cat Village. Desa ini terkenal dengan budayanya sejak zaman dahulu.
Di desa ini kita akan belajar banyak hal tentang pola hidup, tradisi, festival, menikmati alamnya yang indah dan sejuk, menikmati makanan khas, mencoba pakaian lokal, dan sebagainya. Pastinya akan menambah keseruan dan pengalaman traveling kita.
Ketiga, menikmati kuliner khas. Mencoba makanan atau minuman baru setiap daerah atau negara memberikan pengalaman tersendiri. Apalagi jika makanan dan minuman tersebut menyimpan sejarah turun temurun yang sangat dijaga sebagai warisan budaya. Pastinya menambah pengetahuan dalam bidang gastronomi.
Dengan alasan itu lah Gunung Fansipan menjadi bucket list saya tahun 2023. Tapi rencana tanpa aksi hanya mimpi. Jadi setiap kali mempunyai destinasi impian, pertama kita harus buat aksi dengan membuat intenari.
Apalagi, Traveloka akan bantu realisasikan mimpi kita. Wah, Traveloka make my dream come true...... please.
Ini Dia Liburan Cara Aku Bareng Traveloka Dalam Menjelajahi Gunung Fansipan
Hari 1 : Perjalanan Jakarta menuju Hanoi, Eksplor Kota Hanoi
Berangkat dari Jakarta berencana akan menggunakan flight malam hari karena harus transit di Singapore. Dan tiba di Hanoi sekitar pukul 12 siang. Saya membeli tiket pesawat dengan menggunakan Aplikasi Traveloka, karena banyak promo dan diskonnya.
Udah gitu kalau mau refund, prosesnya mudah. Loh emang pernah melakukan refund? Pernah dong, terakhir kali bulan April lalu, saat membatalkan penerbangan dari Bali menuju Bima. prosesnya ga pakai ribet.
|
Salah satu museum terkenal di Vietnam - War Remnants Museum |
Setelah tiba di Hanoi, saya berencana city tour atau kulineran terlebih dahulu. Sambil menunggu kereta menuju Sa Pa pada malam hari. Seperti berkeiling ke Old Quarter, berphoto di Ho Chi Minh’s Mausoleum, Presidential Palace, menikmati indahnya One-Pillar Pagoda, dan buat kamu yang suka dengan sejarah bisa mampir ke Temple of Literature, dan Ethnology Museum.
Malam harinya Saya akan melanjutkan perjalanan menuju kota Sapa dengan menggunakan kereta malam. Kereta malam ini saya beli secara online juga di Traveloka. Jadi ga perlu bingung ga perlu repot beli di mana. Luv banget deh sama Traveloka.
Hari 2 - 6 : Perjalanan dari Hanoi menuju Sa Pa, Trekking ke Gunung Fansipan, Eksplor Kota Sapa
Hari kedua setibanya di Sa Pa, saya akan langsung mencari paket tur untuk melakukan trekking ke Puncak Gunung Fansipan. Saya ingin menikmati sensasi menginap di tenda atau rumah warga sepanjang jalur pendakian sebelum menuju puncak. Karena puncak Fansipan bukan dataran gunung seperti gunung-gunung pada umumnya yang dapat didirikan tenda.
|
Source: Canva |
Hari ketiga, saya akan turun dengan menggunakan Legend Cable Car untuk merasakan sensasi turun gunung dengan menggunakan kereta gantung listrik. Perjalanannya sekitar 30 menit sampai bawah. Nah, pastinya saya akan mengambil photo-photo keindahan pemandangan Kota Sapa dari atas saat berada di kereta gantung ini. Dan lagi-lagi tiket kereta gantung Fansipan dapat dibeli juga di Traveloka.
|
Sumber: Traveloka |
Sesampainya di Kota Sa Pa, saya akan mencari penginapan milik warga lokal, agar saya bisa berinteraksi dengan mereka lebih dekat lagi. Wah seru banget bayanginnya. Tujuan saya adalah di Cat Cat Village yang selama ini terkenal dengan budayanya.
|
Sumber: Traveloka |
Hari keempat dan kelima, saya akan berkeliling menikmati street food yang ada di kota Sa Pa. Dan juga makanan khas Kota Sa Pa Com Lam atau Ketan Bumbu, karena saya suka sekali dengan ketan.
|
Com Lam: Makanan khas Kota Sa Pa Sumber: Canva |
Tidak lupa juga saya memasukan The Enlightenment Path of Thanh Van untuk destinasi wisata spritual. Tempat ini merupakan pura dengan desain arsitektur Budha yang sangat khas.
|
Sumber: Traveloka |
Ada juga Bao An Zen Monastery, Bich Van Zen Monastery, Muong Hoa Valley yang terkenal dengan pemandangan sawahnya yang hijau, dan juga Hoang Lien National Park.
|
Sumber: Traveloka
|
Malam harinya saya ingin mencoba menginap di hotel unik di Kota Sa Pa. Apa itu? Hotel de la Coupole yang merupakan hotel bintang 5 satu-satunya dan pertama di Kota Sa Pa, serta masuk dalam hotel terbaik di Kota Sa Pa. Kebetulan banget sedang ada diskon di Traveloka.
Hari keenam, tak lengkap perjalanan saya jika tak melakukan voluntourism. Yaitu melakukan traveling sambil melakukan aksi sosial di tempat yang kita kunjungi, jika memungkinkan. Biasanya ini yang saya lakukan ketika melakukan traveling di beberapa lokasi.
Misalnya ikut membantu proses pembangunan sekolah, mengajar anak-anak, berbagi pengetahuan dengan perempuan-perempuan di sekitar wisata, ikut aksi sosial kebersihan, tanam pohon, atau aksi sosial kecil lainnya yang bermanfaat untuk mereka dan juga semakin menambah empati dalam diri kita.
Malam harinya akan melanjutkan perjalanan menuju Kota Hanoi. Buat kamu yang ga mau ribet berpetualang sendirian, bisa juga loh mencari paket tur aman dan terpercaya. Dan semuanya juga ada di Traveloka.
Hari 7 (Hanoi - Jakarta)
Perjalanan pulang menuju Kota Jakarta akan mengambil flight sore hari. Setibanya dari Sa Pa pagi hari saya akan berkeliling Kota Hanoi terlebih dahulu, mengunjungi beberapa tempat yang belum sempat dikunjungi. Atau sekedar membeli oleh-oleh untuk orang rumah. Juga menikmati beberapa makanan khas Vietnam di beberapa resto.
Itu dia itinerary perjalanan saya untuk berkunjung ke Gunung Fansipan bulan Februari nanti. Kamu mempunyai rencana liburan? Yuk rencanakan liburan di Traveloka, dijamin perjalanan traveling kamu bakal lebih aman, nyaman, dan lancar semuanya.
Dan ini dia perkiraan budget yang akan dikeluarkan selama perjalanan delapan hari.
|
Perkiraan budget pengeluaran untuk ke Gunung Fansipan |
#LifeYourWay Girls
Kamu ingin membuat dream destination kamu menjadi kenyataan? Yuk selalu ikutin suara hati dan jalani hidup dengan caramu #LifeYourWay. Dijamin kamu akan selalu bahagia. Dan dengan menjadi solo traveler adalah liburan cara aku untuk menjalani hidup. Pastinya menjadi solo traveler juga adalah cara me time terbaik untuk kesehatan fisik dan mental kita. Go girl, pack and go.
Referensi:
Canva
Dokumentasi Pribadi
https://www.gotravelly.com/en/review/detail/104660992-bersantai_di_cat_cat_village_sapa__vietnam_betahh
https://obendon.com/2020/02/17/fansipan-cable-car/
https://www.traveloka.com/id-id/promotion/lifeyourway?utm_source=blog&utm_medium=website&utm_campaign=lifeyourway
https://www.tripzilla.id/tujuh-itinerary-vietnam-seminggu/1570